Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Analisis tugas dan jenjang belajar

1.    Pengertian analisis tugas
Analisis Tugas adalah proses mengkaji atau menganalisis bagaimana manusia melaksanakan tugas, apa saja yang mereka lakukan, peralatan yang mereka gunakan, dan hal-hal apa saja yang mereka perlu ketahui. Memeriksa tugas-tugas user untuk mengetahui dengan baik apa yang dibutuhkan user dari interface dan bagaimana mereka akan menggunakannya.

2.       Langkah-langkah Analisis Tugas

1. Melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan.
2. Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan.
3. Mencuplik pekerjaan sebagai sumber data.
4. Melakukan surve di lapangan.
5. Menganalisis hasil surve untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan kegiatan instruksional.
3.      Cara melakukan analisis tugas
Dalam Analisis tugas kita harus mempunyai dua macam cara/system untuk melakukan analisa,yaitu :
- INPUT                       
Merupakan aktifitas pemberian data
- OUTPUT         Keluaran, hasil dari suatu proses, baik berupa data maupun berbentuk informasi yang telah diolah. Ataupun Output analisis tugas adalah  suatu tata cara untuk seseorang mengerjakan sesuatu, cara yang digunakan, dan apa yang akan dilaksanakan.
Berikut ini adalah contoh jenis penggunaan output analisis tugas yaitu:
1. Manual dan Pengajaran
2. Pendefinisian Kebutuhan dan Perancangan Sistem
3. Perancangan Detail Interface


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Merumuskan Tujuan Intruksional

1.    Pengertian Tujuan Intruksional
Tujuan instruksional adalah merupakan rumusan tingkah laku yang di harapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu, pada suatu saat atau jangka waktu tertentu. Maka dapat dinyatakan bahwa tujuan intruksional merupakan tujuan awal dan sekaligus merupakan dasar dan jenjang tujuan berikutnya.
2.    Pembagian Tujuan Intruksional
Ada tujuan instruksional yaitu:
1.    Tujuan instruksional umum (TIU) adalah tujuan pengajaran yang perubahan prilaku siswa yang belajar masih merupakan perubahan internal yang belum dapat dilihat dan diukur. Kata kerja dalam tujuan umum pengajaran masih mencerminan perubahan prilaku yang umumnya terjadi pada manusia, sehingga masih menimbulkan beberapa penafsiran yang berbeda-beda. Contoh TIU: “setelah melakukan pelajaran siswa diharapan dapat memahami penjumlahan dengan benar”. Kata kerja “memahami penjumlahan” merupakan kata kerja- yang bersifat umum karena pemahaman penjumlahan dapat ditafsirkan berbeda.
2.  Tujuan instrusional khusus (TIK)
Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah tujuan pengajaran dimana perubahan prilaku telah dapat dilihat dan diukur. Kata kerja yang menggambarkan perubahan prilaku telah spesifik sehingga memungkinkan dilakukan pengukuran tanpa menimbulkan lagi berbagai perberdaan penafsiran. Misal TIK yang dirumuskan sbb “Siswa akan menunjukkan sikap positif terhadap kebudayaan nasional”, dapat lebih dikhususkan dengan mengatakan “siswa akan membuktikan penghargaannya terhadapa seni tari nasional dengan ikut membawakan suatu tarian dalam perpisahan kelas”.



3.    Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan tujuan instruksional
·         Mengidentifikasi (menetapkan) Aspek TIU
Aspek TIU dan tingkatan dari aspek ini disebut juga dengan klasifikasi tujuan intruksional. Sebagaimana kita ketahui bahwa kandungan dari TIU telah di klasifikasi oleh para ahli ke dalam beberapa aspek atau ranah. Blom dan kawan-kawan berpendapat bahwa tujuan pengajaran dapat diklasifikasikan ke dalam 3 aspek yaitu:
a)    Ranah Kognitif     b). Ranah afektif     c).Ranah psikomotorik
Jadi dimaksudkan dengan menetapkan aspek TIU adalah memperhatikan kandungan dari TIU tersebut kemudian menetapkannya. Apakah aspek kognitif, afektif atau pisikomotorik atau ketiganya sekaligus.
·         Mengidentifikasi (menetapkan) Tingkatan Aspek
Kemudian setelah seseorang dapat menetapkan aspek TIU dengan baik, maka langkah berikutnya adalah kegiatan menjabarkan TIU adalah menetapkan kategori (tingkatan) dari aspek.
Adapun kategori dari masing-masing ranah yang telah ditetapkan oleh para ahli tersebut diatas adalah sebagai berikut.
a)    Ranah kognitif, meliputi: Pengetahuan (knowledge), Pemahaman (comprehension), Penerapan (application), Analisa (analisyst), Sintesa, Evaluasi.
b)    Ranah Afektif sebagaimana ranah kognitif maka efektif juga mempunyai klasifikasi. tingkatan, dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu: kemampuan menerima (receiving), kemampuan menangapi (responding), berkeyakinan (valuing), penerapan karya (organization), ketekunan dan ketelitian.
c)    Ranah pisikomotorik
Meliputi tingkatan sebagai berikut:
Persepsi, kesiapan melakukan suatu pekerjaan, respon terbimbing, mekanisme, kemahiran adaptasi, originasi.
·         Menetapkan Keterampilan Proses
Dimaksudkan dengan menetapkan keterampilan proses ialah menetapkan bentuk kegiatan peserta didik dalam usahanyamencapai tujuan belajar. Keterampilan proses yang terkandung dalamTIU dijadikan sebagai acuan bagian guru untuk mengaktifkan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
4.    Kriteria Merumuskan suatu Tujuan Intruksional
a)    Audience ialah pendengar atau yang mengikuti pelajaran. Dalam merumuskan TIK peserta sebagai audience dalam proses belajar mengajar harus dijadikan sebagai subjek.
b)    Behavior ialah tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai hasil belajar.
c)    Condition yaitu keadaan atau penjelasan tingkah laku yang diharapkan.
d)    Degree yaitu derajat kualitas atau standar minimal dari hasil belajar yang diharapkan dalam rumusan TIK. Degree dapat berbentuk kualitas atau kuantitas dan sebagainya.

5.    Cara Merumuskan Tujuan Intruksional
a. Menyebutkan siapa yang mencapai tujuan dan bagaimana cara mencapainya. Dengan cara ini siswa diharapkan melakukan sesuatu yang dapat dilihat, didengar (observable behaviour) dan menampakkan hasil belajarnya dengan menunjukkan perilaku (behavioral aspect) yang diharapkan. b. Menjelaskan sasaran siswa melakukan sesuatu (isi). c. Menjelaskan persyaratan yang berlaku bila siswa melaksanakan tugas sesuai dengan instruksional khusus. d. Menentukan target prestasi minimal yang harus dicapai.
6. Syarat dalam Merumuskan Tujuan Instruksional:
  1. Harus berpusat pada perubahan tingkah laku pembelajar.
  2. Harus berisikan tingkah laku operasional (dapat diukur pada saat itu juga)
  3. Harus berisikan makna dari pokok bahasan yang diajarkan pada saat itu.

Dafrar Bacaan
  1. Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
  2. http://ustadsatria.blogspot.com/2009/01/tujuan-intruksional-dan-tujuan.html
  3. Sorimuda. 1996, Dasar-Dasar Pengembangan Program Pengajaran, medan: CV. Binawah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Strategi Intruksional
Strategi instruksional adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa belajar. 
Strategi instruksional mengoperasionalkan model pedagogi. Strategi instruksional merupakan spesifikasi bagaimana implikasi teori belajar diubah menjadi prosedur instruksional, yang menghasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Contoh Strategi instruksional meliputi: (1) melaksanakan pembelajaran autentik, (2) memfasilitasi pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis, (3) melakukan kolaborasi, (4) memberikan scaffolding, (5) melakukan artikulasi dan refleksi.
strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

Menurut Djamarah (2002 : 5-6) ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.      Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. 
3.      Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya. 
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Menurut Sanjaya (2007 : 177 – 286) ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru:

d.    Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir

Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir.
1.      strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal.
2.      telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
3.      sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

e.    Strategi pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu: (a) adanya peserta dalam kelompok, (b) adanya aturan kelompok, (c) adanya upaya belajar setiap kelompok, dan (d) adanya tujuan yang harus dicapai dalam kelompok belajar..

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen), sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
g.    Strategi pembelajaran afektif
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh sebab itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri siswa. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Apabila menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah kita tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan keluarga.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SEJARAH PERUMUSAN MUQADDIMAH ANGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

A. SEJARAH PERUMUSAN
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan Kyai Ahmad Dahlan dengan menggunakan wadah persyarikatan Muhamnadiyah. Rumu¬san "Muqaddimah" diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogya¬karta pada tahun 1950, setelah melewati penyempur¬naan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir. Team ponyem¬purnaan tersebut anggota-anggotanya terdiri dari - Buya HAMKA, K.H. Farid Ma'ruf, Mr. Kasman Singodime¬djo serta Zain Jambek.
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamnadiyah disusun dan dirumuakan baru pada periode Ki Bagus Hadikusu¬mo, sebab-sebabnya antara lain :
1. Belum adanya kepastian rumusan tentang cita-cita dan dasar perjuangan Muhammadiyah
Kyai Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah bu¬kannya didasarkan pada teori yang terlebih dahulu dirumuskan secara ilmiyah dan sistematis. Akan teta¬pi apa yang telah diresapinya dari pemahaman agama yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits beliau segera diwujudkan dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu Kyai Ahmad Dahlan lebih tepat dikatakan sebagai seorang ulama yang praktis, bukan¬nya ulama teoritis.
Pada awal perjuangan Muhammadiyah, keadaan serupa itu tidak mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik ia seorang Muhammadiyah sendiri ataupun seorang luar yang berusaha memahami¬nya. Akan tetapi serentak Muharrmadiyah semakin luas serta bertambah banyak anggota dan simpatisannya mengakibatkan semakin jauh mereka dari sumber gagas¬an. Karena itu wajar apabila terjadi kekaburan peng¬hayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya pendorong Kyai Ahmad Dahlan dalam menggerakkan per¬syarikatan Muharrmadiyah.

2. Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampak¬kan gejala menurun, akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi.
Perkembangan masyarakat terus maju, ilmu pe¬ngetahuan dan teknologi tidak henti-hentinya menya¬jikan hal-hal yang membuat manusia kager dan mence-ngangkan, membuat dunia semakin ciut dan sempit; pengaruh budaya secara timbal-balik terjadi dengan lancarnya antara satu negara dengan negara lainnya baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif. Keadaan yang serpua itu tidak terkecuali mengenai masyarakat Indonesia.
Tersebab adanya perkembangan zaman serupa itu yang seluruhnya hampir dapat dinyatakan mengarah kepada kehidupan duniawi dan sedikit sekali yang mengarah kepada peningkatan kebahagiaan rohani, menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk di dalam¬nya keluarga Muhavmadiyah terhimbau oleh gemerlapan kemewahan duniawi.

3. Makin kuatuya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak berhadapan dengan faham dan keyakinan Muhammadiyah
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyara¬kat Indonesia. Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan faham Mu¬hammadiyah.

4. Dorongan disusunnya preambul UUD 1945
Sesaat menjelang proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tokoh-¬tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihimpun oleh pemerintah Jepang dalam wadah "Badan Penyelidik" usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang tugasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka. Dan di antara hal yang penting adalah terumus¬kannya "Piagam Jakarta" yang kelak dijadikan "Pembu¬kaan UUD 1945" setelah diadakan beberapa perubahan dan penyempurnaan di dalamnya.
Pada saat merumuskan materi tersebut, para pimpinan pergerakan bangsa Indonesia benar-benar memusyawarahkan secara matang dengan disertai debat yang seru antara satu dengan yang lain, yang ditem¬puh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini dialami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat di dalamnya kare¬na termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau merasakan betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab piagam ini akan memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun tentang cita-cita dasar, pandangan hidup serta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus Hadikusumo, adanya "Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah" benar-benar sudah sa¬ngat diperlukan karena adanya beberapa alasan dan kenyataan tersebut.

B. FUNGSI MUQADDIMAH AD MUHAMMADIYAH
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . "Jiwa dan semangat pengabdian serta perjuangan per¬syarikatan Muhammadiyah".

C. MATAN ATAU ISI POKOK

Muqoddimah Anggarah Dasar Muhammadiyah


"Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Pe¬nyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Penyayang; yang memegang pengadilan pada hari kemudian; Hanya kepada Kau hamba menyembah dan hanya kepada Kau hamba mohon pertolongan; Berilah petunjuk kepada hamba jalan yang lempang; Jalan orang-orang yang telah Kau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat lagi". (al-Qur'an surat al¬Fatihah).


"Saya ridha, bertuhan kepada Allah, beragama kepada Islam dan bernabi kepada Muhammad Rasulul¬lah Shallal ahu 'alaihi wasallam”.
1. Amma ba'du, Bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Bertuhan dan ber¬ibadah serta tunduk dan ta'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
2. Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atass kehidupan manusia.
3. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diujudkan di atas dasar keadilan, kejujuran, persaudaraan dan go¬tong-royong bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pada pengaruh syaitan dan hawa nafau. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya Pdcok hukum dalam masyarakat yang utama dan seba¬ik-baiknya.
4. Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga, adalah kawajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepa¬da Allah. Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw. dan diajarkan kepada unmatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
5. Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang baha¬gia dan sentosa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama ummat Islam, ummat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajib¬lah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giat¬nya mengumpulkan segala kekuatan dan memperguna¬kannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang kurni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya belaka serta mempu¬nyai rasa tanggung-jawab di hadlirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukar¬an atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan perto¬longan Allah Yang Maha Kuasa.
6. Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah dan didirong oleh firman Allah dalam al-Qur'an :

"Adakanlah dari kamu sekalian golongan yang me¬ngajak kepada keIslaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari pada keburukan. Mereka itulah-golongan yang beruntung berbahagia". (al-Qur'an surat Ali 'Imran ayat 104)

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah oleh Almarhum K.H.A. Dahlan didirikanlah suatu Persyarikatan sebagai "GERAKAN ISLAM' dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan majlis-majlis (Bagian-bahgian)¬nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.

7. Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewa,jiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhamnad saw, guna menda¬patkan karunia dan ridla-Nya, di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sen¬tosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan :


"Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun".

Maka degan Muhammadiyah ini mudah-mudahan umnat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'imi' dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ANGARAN DASAR MUHAMMADIYAH


Anggaran Dasar Muhammadiyah
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.
Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk
jangka waktu tidak terbatas.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan
Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
Pasal 5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah
bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh
wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pasal 7
Usaha
(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala
bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan
kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan
adalah Pimpinan Muhammadiyah.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:
a. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap
Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu
Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:
1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara
Pasal 10
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh
Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
BAB VI
PIMPINAN
Pasal 11
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara
keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang, dipilih dan
ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan
oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari dan atas usul
anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan diumumkan
dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang Ketua bersamasama
Sekretaris Umum atau salah seorang Sekretaris, mewakili Muhammadiyah
untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 12
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam wilayahnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas orang ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam
Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul caloncalon
anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah
Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah yang kemudian dimintakan
ketetapan Pimpinan Pusat.
Pasal 13
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang ditetapkan oleh
Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan
Daerah yang telah dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan atas usul
calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah
Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan
ketetapan Pimpinan Wilayah.
Pasal 14
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam
Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari dan atas usul
calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah
Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan
ketetapan Pimpinan Daerah.
Pasal 15
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang ditetapkan oleh
Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam
Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas usul
calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah
Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan
ketetapan Pimpinan Cabang.
Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.
(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan
Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan
Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan
berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar telah
menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah
disahkan oleh Pimpinan di atasnya.
Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa
Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12
sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
Pasal 19
Penasihat
(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.
(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.
(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian tugas
pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas pendukung
Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
ORGANISASI OTONOM
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang
memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan
pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan organisasi otonom
khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom disusun oleh
organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil
Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga
Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh keadaan yang
membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir
tidak berwenang memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas keputusan Tanwir..
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 24
Tanwir
(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar,
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah,
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap
Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 26
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Daerah,
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 27
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Cabang,
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 28
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Ranting,
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam Muhammadiyah
pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting yang berkedudukan di bawah
Musyawarah pada masing-masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan
Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga anggotanya yang telah diundang
secara sah oleh Pimpinan Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
Pasal 31
Keputusan Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal
23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai
maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
BAB X
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan
Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah
apabila diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan segala sesuatu yang
menyangkut amal usaha, program dan kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja Pimpinan dan Rapat
Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam satu masa
jabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 34
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir,
Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masingmasing
tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku sejak ditanfidzkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta benda yang diperoleh
dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan pelaksanaan amal
usaha, program, dan kegiatan Muhammadiyah.
Pasal 36
Sumber
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:
1. Uang Pangkal, Iuran, dan Bantuan
2. Hasil hak milik Muhammadiyah
3. Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan perkembangan
organisasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan
kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masing-masing, Tanwir, dan
Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur
dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran
Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan Pusat dapat
mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam Muktamar Luar Biasa
yang diselenggarakan khusus untuk keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang pembubaran
dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah anggota Muktamar Luar
Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga perempat dari yang
hadir.
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik Muhammadiyah diserahkan
untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan
bubar.
BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.
(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan harus sudah
tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurangkurangnya
dua pertiga dari jumlah anggota Muktamar yang hadir
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang
berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan
dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak
ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan
tidak berlaku lagi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS